

Irvan Syahril adalah seorang guru Bahasa Indonesia yang mengajar di salah satu sekolah kejuruan di Banyusari, Karawang. Suasana hangat mentari pagi, hijaunya persawahan, dan padatnya lalu-lalang kendaraan menjadi pemandangan sehari-hari yang dialami Kang Syahril.
Menjadi guru Bahasa Indonesia tentu tak lepas dari passion-nya pada dunia sastra, terutama puisi. “Saya senang pada puisi karena ungkapan yang saya buat bisa menciptakan makna yang beragam di tangan pembaca,” ia melanjutkan, “Sangat seru jika saya bertemu pembaca yang memiliki makna berbeda dengan maksud yang saya tulis dalam puisi. Secara teknis, saya lebih cenderung menulis puisi, karena puisi adalah salah satu karya sastra yang bisa dituliskan dalam hampir semua kondisi dan hemat waktu,” ujarnya ketika ditanya alasan kesukaannya menulis puisi.
Kecintaannya pada dunia sastra membuatnya membagikan semangat tersebut kepada anak-anak didiknya, sehingga mereka berhasil menerbitkan buku kumpulan puisi dan kumpulan cerpen (kumcer) sendiri. Buku karya anak-didik Kang Syahril itu berjudul Isyarat Separuh Bulan dan Gelap Terang Kampung Salapan (kumcer). Buku tersebut baru diterbitkan oleh Pustakaki Press pada tahun ini, 2025, dan memuat tema tentang pertemanan, harapan, keluarga, sekolah, serta tema-tema lain yang dekat dengan kehidupan remaja.
Untuk kumcer, temanya serupa, namun ada tambahan pembahasan mengenai lokalitas Cilamaya, khususnya yang berkaitan dengan Kampung Salapan.
Kang Syahril menjelaskan ada alasan khusus pemilihan tema tersebut. Menurutnya, tema itu dipilih agar para penulis yang merupakan anak-didiknya menjadi lebih peduli pada diri sendiri dan lingkungan sekitar: bagaimana mereka mesti aktif saling menyayangi dan mengasihi. Selain itu, karya-karya yang relate akan membuat pembaca terhubung; pembaca akan merasa tersentuh dan diperhatikan ketika membaca kumpulan puisi tersebut. Hal ini juga menjadi sinyal bahwa para penulis peka terhadap kondisi sekitar.
Bagaimana awalnya ide penerbitan buku ini muncul? Pertama, dorongan untuk menerbitkan kumpulan karya siswa sudah muncul dalam pikiran Kang Syahril sejak lama sebagai upaya agar tidak kalah saing dengan sekolah lain di kota. Kedua, saat itu sedang berjalan program menulis dan menerbitkan buku untuk siswa SMK; dari momentum itulah Kang Syahril mengambil kesempatan untuk mewujudkan ide tersebut.

Saat seseorang berniat melakukan sesuatu, tantangan hampir selalu hadir, demikian pula yang dialami Kang Syahril. Tantangan pertama adalah proses kurasi: setiap siswa mengirimkan lima puisi dan kumcer, sehingga dibutuhkan ketelitian untuk menilai kesesuaian tema dan orisinalitas pemikiran mereka.
Tantangan kedua adalah proses penyusunan dan penyuntingan naskah agar tidak melewati tenggat waktu. Beruntung, proses penerbitan dipercayakan kepada Pustakaki Press. Dengan kemampuan kru Pustakaki Press, dilakukan perbaikan ejaan, tanda baca, tata letak, dan lain-lain sehingga buku lebih mudah dipahami dan dinikmati pembaca. Berkat peran penerbit, buku tersebut dapat diterbitkan dalam waktu singkat dan sampai ke tangan pembaca.
Kalau merujuk pada filosofi Stoikisme, apa yang dilakukan Kang Syahril sesuai dengan prinsip tersebut. Stoikisme mengajarkan kita membedakan antara hal yang berada dalam domain kendali kita dan yang tidak. Hal-hal yang berada dalam kendali kita harus diupayakan sebaik mungkin, sementara hal di luar kendali perlu dilepas. Dalam konteks ini, Kang Syahril mampu memanajemen waktu dan mental sehingga siap memproses setiap naskah yang masuk menjadi kumpulan puisi dan kumcer.

Kang Syahril menegaskan bahwa buku ini tidak akan terbit tanpa peran murid-muridnya dan Pustakaki Press. Murid-murid mencurahkan tenaga, pikiran, dan waktu untuk menyumbangkan lima puisi masing-masing dan kumcer yang bercerita tentang hal-hal di sekitar mereka. Pustakaki Press menyunting, merapikan tata letak, mendesain cover, dan lain-lain sehingga karya tersebut sampai ke tangan pembaca dengan nyaman.
Untuk para siswa, begini pesan Kang Syahril: “Terima kasih sudah menulis dan bersedia mengirimkan karyanya. Teruslah menulis: jangan berhenti hanya di satu antologi. Kita ciptakan antologi-antologi lain pada tahun-tahun mendatang.
“Untuk Pustakaki Press, terima kasih sudah membantu menerbitkan dan mengotak-atik manuskrip siswa sampai menjadi buku yang ciamik, serta bersedia menjadi narasumber saat acara peluncuran buku: rela jauh-jauh dari Purwakarta ke Cilamaya. Semoga Pustakaki Press terus menjadi ujung tombak penerbitan buku sastra di Purwakarta. Di lain kesempatan, saya juga akan mencoba menerbitkan buku di Pustakaki Press.”
Penulis yang senang baca sesuatu dan minum kopi.
No products in the cart
Return to shop