

Siapa pun yang pernah berada di SMPS 2 Al-Muhajirin pasti kenal Ai Fitri atau biasa disapa Bu Ai. Bu Ai mengajar Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda sejak 2016: sebuah pengabdian yang patut diapresiasi. Bahasa Indonesia memang bidang yang ia pelajari di bangku kuliah, sementtara Bahasa Sunda adalah bahasa ibunya. Menurut Bu Ai, mengajarkan kedua bahasa itu adalah cara ia mengamalkan ilmu dan memberi manfaat pada murid-muridnya.
Tapi ternyata selain menjadi guru, Bu Ai juga adalah seorang penulis. Bukunya, Aku dan Guru Penggerak, baru saja diterbitkan oleh Pustakaki Press. Buku itu merekam pengalaman dan refleksinya saat mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak. Merujuk pada website Kemendikdasmen, program Pendidikan Guru Penggerak adalah program pengembangan kepemimpinan pembelajaran bagi guru supaya bisa mendorong tumbuhnya budaya belajar yang berpihak pada murid.
Program ini dilakukan berdasarkan prinsip andragogi (metode pembelajaran orang dewasa), pembelajaran berbasis pengalaman, kolaboratif, dan reflektif.
Program Pendidikan Guru Penggerak ini berisi rangkaian pelatihan online, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama enam bulan. Ini demi memastikan bahwa para peserta program ini siap menghadapi dunia pendidikan dengan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang lebih banyak.
Sekarang, kita balik lagi ke dalam soal menulis buku. Tentu, menjadi guru dan menulis buku tentang kegiatan tersebut memerlukan perjuangan yang tidak sedikit. Berikut penulis akan menjabarkan proses yang Bu Ai lalui untuk merampungkan bukunya.
Menulis buku di tengah kesibukan guru apalagi yang berstatus sebagai wali kelas sekaligus seorang istri dan ibu bukanlah perkara mudah. Bu Ai menyebutkan banyak tantangannya, mulai dari membimbing murid, mengajar dua mata pelajaran, memberi penilaian, sampai mengurus urusan rumah tangga.
Namun, sekolah Al-Muhajirin punya program menulis untuk guru yang memberinya ruang untuk lebih berkembang, faktor penting agar buku itu rampung. “Karena kebetulan di sekolah ada program menulis buku bagi guru, sehingga ada deadline penulisan, alhamdulillah buku itu selesai,” ujarnya. Tapi, Bu Ai pribadi masih merasa belum puas dengan apa yang ia sudah tulis.
Hal itu muncul karena beberapa aspek yang Bu Ai bahas di buku terasa singkat. Ada isu yang menurut Bu Ai masih perlu Bu Ai uraikan lebih dalam, termasuk menanggapi komentar pedas netizen yang bilang kalau program Pendidikan Guru Penggerak cuma menghabiskan anggaran tanpa dampak nyata. Bu Ai menegaskan bahwa pelatihan tersebut memberi keterampilan yang bisa meningkatkan kualitas pengajaran dan kapasitas tenaga pendidik yang pada gilirannya meningkatkan kualitas peserta didik.
Kalau kualitas guru meningkat, otomatis kualitas murid juga ikut terdongkrak. Nah, murid yang lebih berkualitas ini nantinya berpengaruh besar pada kesejahteraan masyarakat. Data World Bank 2020 bahkan menunjukkan, semakin baik kualitas sumber daya manusia, semakin tinggi pula pendapatan per kapita suatu negara.
Setiap tindakan punya alasan. Bu Ai menulis buku sebagai upaya untuk bisa unggul di dalam kompetisi, dan yang terpenting menurutnya, bisa mengabadikan perjalanan dan pembelajaran selama mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak. Ia ingin agar tantangan yang ia lalui dan ilmu yang ia dapat menjadi inspirasi dan pelajaran bagi pembaca, terutama rekan-rekan guru.
Ada tiga alasan kuat kenapa buku Aku dan Guru Penggerak layak dibaca:
Kalau kamu seorang guru atau tenaga pendidik, kisah Bu Ai adalah pengingat kuat: menulis bisa menjadi medium untuk merekam pengalaman, dan menginspirasi banyak orang. Jadi, baca bukunya, beri apresiasi, dan kalau tergerak, coba mulai menulis pengalamanmu sendiri! Siapa tahu langkah kecilmu jadi inspirasi besar bagi orang lain.
Penulis yang senang baca sesuatu dan minum kopi.
No products in the cart
Return to shop